Status Anak Luar Nikah (Judicial Activism Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 46/PUU-VII/2010 Perspektif Mashlahah Izzuddin bin Abdissalam)
Abstract
Terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VII/2010 menimbulkan polemik hukum, khususnya dalam pemikiran hukum Islam. Berbagai macam dukungan menyeruak ke permukaan, namun tidak sedikit pula kecaman dari kalangan ahli. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut memberikan kritik tajam dengan mengeluarkan fatwa Nomor 12 Tahun 2012 sebagai respon atas putusan tersebut. Hal ini karena Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap membuat hukum syariah sendiri dan melampaui kapasitasnya dengan melegalkan nasab anak yang lahir dari hubungan luar nikah kepada orang tua biologisnya. Berangkat dari persoalan di atas, maka penulis ingin menelaah kembali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VII/2010 dengan menggunakan pisau analisis teori mashlahah Izzuddin Bin Abdissalam. Penelitian ini adalah penelitian hukum Islam normatif dengan menggunakan metode penelitian literer (library research). Karena itu, penulis hendak menelaah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) putusan Nomor 46/PUU-VII/2010 tentang status anak di luar nikah dengan kacamata teori mashlahah Izzuddin bin Abdissalam. Adapun hasil penelitian ini, yaitu: Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengandung mashlahah, utamanya bagi nasib dan masa depan seorang anak sebagai korban hubungan di luar nikah. Kedua, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam tinjauan teori mashlahah -Izzuddin bin Abdissalam- merupakan mashlahah majazi (faktor pendorong) terwujudnya mashlahah haqiqiyyah (kebahagiaan bagi anak).
Downloads
Copyright (c) 2021 ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.